nasionalisme instan

Bukan negerinya, melainkan orang-orang yang mendiami negeri ini.
Mereka  adalah  orang-orang  instan.  Tentu  saja  bukan  berarti  orangorang  ini  berada  dalam  bungkusan  dan  siap  dimasukkan  ke  dalam  air
panas  agar  matang.  Tetapi  instan  sudah  melekat  dalam  hati  dan
pikiran  kami.
Mungkin  ini  karena  apa  yang  kami  makan.  Meskipun  mie  bukan
makanan  pokok  kami,  tetapi  kami  adalah  negara  konsumer  mie
instan  terbesar di dunia. Bahkan salah satu produk mie instan  dari
negeri kami sangat terkenal dan digemari di dunia. Jadi wajar jika
pikiran  kami  pun  ingin  yang  serba  instan.
Mulai  dari  tontonan  kami:  sinetron  instan,  artis  instan,  politikus
instan,  pokoknya  segala  sesuatu  yang  berhubungan dengan sesuatu
yang  dapat  terwujud  secara  tiba-tiba  itulah  yang  kami  gemari.
Tentu saja tidak heran jika artis dan politikus dadakan menjamur
bak  di  musim  hujan.  Sekali  lagi,  ini  negeri  orang  instan.
Bahkan  pemimpin  kami  pun  pemimpin  instan.  Presiden  yang
menggunakan jinggle mie instan sebagai theme song kampanyenya
itulah  yang  dekat  di  hati  kami.  Presiden  yang  yakin  bahwa  mie  instan
yang  dimakannya  dicampur  dengan  singkong  dan  tidak  hanya  dari
gandum.
Kalau  kami  tidak  suka  dengan  pemimpin  kami,  tinggal  gulingkan  saja.
Toh  tak  perlu  susah-susah  cari  pengganti  karena  masih  banyak
pemimpin  instan  lainnya.  Jadi  wajar  jika  hampir  semua  dari  lima
presiden  kami  terdahulu  (tidak  termasuk  dua  yang  dilupakan)  jatuhdari  kursi  empuknya  dengan  terguling  kecuali  Sang  Srikandi,  itupun
karena kami tidak enak hati padanya. Bukankah kita harus berlaku
lemah  lembut  pada  wanita?
Perilaku  kami  pun  instan,  coba  lihat  betapa  kami  suka  dengan
korupsi  karena  itu  instan.  Kekayaan  instan  tanpa  perlu  susah-susah
bekerja  sedikit  demi  sedikit,  itu  yang  kami  suka.  Lihatlah
bagaimana  kami  lebih  suka  memberi  uang  kepada  mafia  hukum
jalanan ketika kami melanggar aturan lalu  lintas.  Karena kami ingin
menyelesaikan  masalah  ini  dengan  instan,  tanpa  perlu  repot-repot.
Begitu  pula  kami  dalam  mengelola  ekonomi  negara  ini.  BUMN
merugi?  Jual  saja  jadikan  perseroan.  SKKK  kurang  ahli  dalam
mengelola  keamanan?  Pakai  saja  jasa  swasta.   Bahkan  negara  ini  tak
lebih  dari  sebuah  perusahaan  besar.
Lihatlah  bagaimana  kami  belajar.  Kami  menjadi  pintar  hanya  dengan
semalam.  Dan  lusa,  kami  sudah  lupa.  Benar-benar  instan  pula  lah
kepandaian  kami  ini.  Tidak  heran  juga  bimbingan  belajar  dan  les
privat  menjadi  populer  di  dunia  pendidikan.  Meski  mereka  hanya
mengajari  kami  bagaimana  mengerjakan  soal  dan  bukannnya
mengajari  kami  ilmunya,  tapi  kami  anggap  itu  jauh  lebih  penting  dan
lebih  berguna.
Ketika  rumah  dan  harta  kami  hancur  karena  musibah,  maka  yang
kami lakukan  hanyalah menunggu bantuan instan  dari pemerintah.
Dan berharap bantuan tersebut jika direbus dengan air mendidih
akan segera menjadi rumah dan harta benda baru bagi kamu. Lihatkan?  Betapa  instan  pemikiran  kami.
Siapa bilang negeri ini bukan negeri instan? Bah,   pendahulu kami
mendamba negeri yang elok yang dibangun dengan keringat, bukan
negeri yang direbus dengan air matang. Tapi kami adalah manusia
instan.  Mungkin  gandum  tidak  tumbuh  di  negeri  ini  tetapi  instan
telah  menjadi  nama  tengah  kami.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer